Skinpress Rss

Monday, September 25, 2017

BLOG SONIA || Unuk Apa Pendidikan?

1



PENDIDIKAN, MEMBANGUN
METODE BERFIKIR

Image result for anak sd

sumber foto : https://www.brilio.net/wow/
Anak saya yang baru masuk kelas 1 SMA mengeluh soal pelajaran dan guru di sekolahnya. “Guru tidak menjelaskan, cuma menyuruh kami belajar sendiri, lalu dia memberi kami soal-soal untuk diselesaikan,” keluhnya. Apa yang terjadi dengan sekolah? Konon, ini pola belajar berdasarkan kurikulum 2013.

Entahlah, apa benar demikian atau tidak. Saya tidak melakukan kajian sistematis soal kurikulum. Namun selama mendampingi anak-anak saya belajar, saya perhatikan ada beberapa masalah pada buku-buku pelajaran mereka. Masalahnya adalah, sering adanya lompatan dalam materi pelajaran.

Prinsip belajar adalah bertahap. Setelah paham sesuatu, pelajar dibawa ke tahap selanjutnya. Tanpa memahami sesuatu yang merupakan pendahuluan, sulit untuk memahami materi di tahap berikutnya. Untuk memahami perkalian, misalnya, pelajar harus paham dulu soal penjumlahan. Tanpa pemahaman itu, mustahil dia paham soal perkalian.

Keluhan anak saya, dia belajar soal vektor dalam pelajaran fisika. Tapi gurunya tidak memberi penjelasan soal definisi sinus dan cosinus yang dipakai untuk menjelaskan vektor. Kata gurunya, itu materi yang harus didapat dalam pelajaran matematika. Sementara pelajaran matematika belum sampai ke materi itu.

Akibatnya anak-anak bingung. Bukan hanya anak-anak saya. Teman-temannya bingung semua. Saya jelaskan materinya pada anak saya. Lalu teman-temannya tertarik untuk ikut belajar pada saya.

Keluhan seperti ini sebenarnya bukan hal baru. Saya sendiri pernah mengalami masalah serupa, yaitu tidak paham materi pelajaran karena penjelasan guru kurang memadai. Apakah ini masalah kurikulum? Tidak selalu. Bahkan sama sekali bukan.

Guru adalah raja di kelasnya. Ia bukan hamba kurikulum. Maka ia tak boleh gagal menjelaskan hanya karena dibatasi oleh kurikulum. Kurikulum itu bukan kitab suci yang harus diikuti kata per kata. Ia hanya panduan besar. Guru boleh keluar dari situ, untuk membangun pemahaman bagi pelajarnya.

Masalahnya, banyak guru yang tidak paham. Banyak yang tidak paham materi yang harus ia ajarkan. Atau, tak paham bagaimana menjelaskannya. Ada banyak guru yang bertahun-tahun bertahan dalam ketidakpahaman. Ia tak berusaha membangun pemahaman bagi dirinya sendiri. Itulah salah satu sebab gagalnya pendidikan kita.

Pendidikan pada dasarnya bukan sekadar soal mengajarkan pengetahuan. Dalam hal fisika, misalnya, bukan soal bagaimana agar para pelajar paham hukum-hukum fisika. Para pelaku pendidikan sering gagal memahami itu. Fokus mereka pada materi pelajaran. Bagaimana menyampaikan materi pelajaran. Bagaimana membuat anak-anak mampu menyelesaikan soal tes.

Jadi, kalau tidak paham, hafalkan saja. Termasuk hafalkan saja cara menyelesaikan soal. Kalau soalnya begini, cara menyelesaikannya begini. Ganti rumus ini dengan angka ini, nanti hasilnya ini.

Situasi itu jauh dari maksud pendidikan. Kita tak mengajari anak-anak kita tentang fisika dengan harapan agar mereka semua jadi ahli fisika. Demikian pula dengan matematika, dan pelajaran lain. Bagian terpenting dari semua pelajaran itu adalah membangun metode berpikir, dengan menjalani prosesnya.

Dalam setiap pelajaran ilmu alam sebenarnya diperkenalkan topik tentang metode ilmiah. Tentang bagaimana pengetahuan tentang sesuatu diperoleh, bagaimana sesuatu diselidiki lalu disimpulkan. Sayangnya, bagian ini pun sering kali hanya menjadi bagian hafalan dalam pelajaran. Ia tidak menjadi fondasi dalam proses belajar selanjutnya.

Tahapan dalam materi pelajaran pada dasarnya disusun untuk membangun metode berpikir. Sepanjang masa belajar para pelajar digembleng untuk menjalani proses berpikir, dilatih untuk berpikir, membangun metode berpikir. Karena itu materi pelajaran tidak sekadar soal isi teori, tapi juga membahas bagaimana teori itu dibangun. Pada teori atom, misalnya, tidak langsung meloncat pada isi teorinya, tapi juga membahas bagaimana sejarah perumusan teori itu.

Sebagian besar anak-anak kita kelak tidak akan bekerja dengan memakai teori atom atau Hukum Newton. Kalau materi pelajaran yang menjadi prioritas, yakinlah bahwa itu akan sia-sia, karena akhirnya tidak akan dipakai dalam hidup. Tapi kalau proses berpikir yang dilatihkan, maka proses itu akan menjadi pola yang melekat sampai kapan pun. Itu akan berguna dalam banyak kesempatan sepanjang hidup.

Para orang tua dan guru harus selalu menyegarkan kembali kesadaran mereka soal ini. Agar mereka tidak tenggelam dalam kesesatan, mengejar target materi, lupa membangun proses berpikir. Ketika harus menjelaskan sesuatu yang pendahuluannya belum dipahami anak-anak, mutlak bagi guru untuk membangun pemahaman soal pendahuluan itu. Kalau tidak, ia tidak sedang membangun metode berpikir.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2017/09/14/09481451/pendidikan-membangun-metode-berpikir

BLOG SONIA || Pentingnya Bimbingan Konseling

0


BIMBINGAN KONSELING

 
sunber foto : http://zamzamisabiq.blogspot.co.id/2013/01/


A. PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING

Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diambil dari kata “counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral (Tohirin, 2011: 15).

1.Pengertian Bimbingan

a) Pengertian Bimbingan Secara Etimologi

Menurut Winkel dalam Tohirin (2011: 15-16) istilah “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance”. Kata “guidance”yang kata dasarnya “guide”memiliki beberapa arti :

1) menunjukkan jalan (showing the way),

2) memimpin (leading),

3) memberikan petunjuk (giving instruction),

4) mengatur (regulating),

5) mengarahkan (governing), dan

6) memberi nasihat (giving advice).

b) Pengertian Bimbingan Secara Terminologi

1) Miller (1961) dalam Surya (1988), menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat (Tohirin, 2011: 16-17).

2) Selanjutnya Surya (1988) mengutip pendapat Crow & Crow (1960) menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri (Tohirin, 2011: 17).

3) Menurut Stoops mengemukakan bimbingan adalah suatu proses terus – menerus dalam hal membantu individu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuansecara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar – besarnya bagi dirinya maupun masyarakatnya. (kutipan Djumhur dan M. Surya 1975).

4) Djumhur dan M. Surya memberikan batasan tentang bimbingan, yaitu suatu proses pemberian bantuan terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang di hadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk menerima dirinya sendiri kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri dan kemampuan untuk merealisir diri sendiri (realization), sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan.



Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa BIMBINGAN berarti : bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi, dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku

2. Pengertian Konseling

a) Pengertian Konseling Secara Etimologi

Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran (Tohirin, 2011: 21-22).



b) Pengertian Konseling Secara Terminologi

1) Mortensen (1964) menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan antarpribadi d mana orang yang satu membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya (Tohirin, 2011: 22).

2) James Adam mengemukakan bahwa konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana seorang Counselor membantu Counsele supaya ia lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan waktu yang akan datang. (kutipan Djumhur dan M. Surya (1975) .

3) Rogers (1982) mengemukakan bahwa konseling adalah serangkaian kegiatan hubungan langsung antar individu, dengan tujuan memberika bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

4) Mortensen dan Schmuller dalam bukunya berjudul Guidance in today’s school (1964) mengemukakan konseling adalah suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seseorang di bantu oleh yang lainnya untuk meningkatan pengertian dan kemampuan dalam menghadapi masalahnya.

5) Wren dalam bukunya yang berjudul student person al work in college, berpendapat bahwa konseling adalah pertalian pribadi yang dinamis antara dua orang yang berusaha memecahkan masalah dengan mempertimbangkan bersama sama, sehingga akhirnya orang yang lebih muda atau orang yang mempunyai kesulitan yang lebih banyak di antara keduanya di bantu oleh orang lain untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan diri sendiri.

6) Williamson dan Foley dalam bukunya Counseling and Diciplinemengemukakan bahwa konseling adalah suatu situasi pertemuan langsung di mana yang seorang terlibat dalam situasi itu karena latihan dan keterampilan yang dimilikinya atau karena mendapat kepercayaan dari yang lain, berusaha menolong yang kedua dalam menghadapi, menjelaskan, memecahkan, dan menanggulangi masalah penyesuaian diri.

7) Sedangkan menurut American Personnel and Guidance Association (APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seorang yang terlatih secara profesional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan (Tohirin, 2011: 23).



Kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian KONSELING adalah kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien (siswa).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Bimbingan dan Konseling (BK) adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.



B. PENTINGNYA BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

Pada Sekolah dasar benar-benar terdapat sifat formal pendidikan yang berbeda dengan taman kanak-kanak dan pendidikan lingkungan keluarga. Dalam sekolah dasar mulai terdapat pembagian jelas catur -wulan, kenaikan kelas, dan evaluasi lainnya. Tujuan sekolah dasar sudah terumuskan dengan jelas sebagaimana terlihat dalam tujuan institusionalnya.

Suasana belajar merupakan ciri yang amat membedakannya dengan taman kanak-kanak yang lebih pada bermain dibanding kegiatan intelektualnya. Dalam kelas, anak Sekolah Dasar dituntut prestasinya menguasai kurikulum sekolah untuk mencapai angka nilai baik yang menunjang untuk naik kelas. Ringkasnya ada kegiatan mempelajari ilmu dari kurikulum, ada ujian penguasaan, pencapaian prestasi dan promosi atau non promosi.

Pada lain pihak, anak sekolah dasar umumnya berada dalam rentang usia 6 samapai 12 atau 13 tahun dengan sifat-sifat umum dan variasi keunikannya. Disamping kesamaan umum dalam sifat-sifat usia ini, terdapat perbedaan yang menonjol dalam tempo dan irama perkembangan masingmasing anak. Terdapat perbedaan kecepatan antara anak-anak pria dibandingkan dengan anak-anak wanita. Demikian pula, dilihat dari segi pengalaman pendidikan, terdapat dua kelompok anak: anak-anak yang pernah melalui taman kanak-kanak dan anak yang langsung memasuki sekolah dasar.

Dalam melaksanakan bimbingan sekolah dasar dip ertimbangkan segisegi tuntutan eksternal dari lembaga dan segi keadaan anak dalam usia ini, sehingga bimbingan sekolah dasar berperan dalam menunjang pencapaian tuntutan-tuntutan kelembagaan tadi.



C. MASALAH APA SAJA YANG DAPAT DISELESAIKAN DI BIMBINGAN KONSELING

Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai permasalahan, baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok. Permasalahan yang dihadapi oleh setiap individu sangat dimungkinkan selain berpengaruh pada dirinya sendiri, juga berpengaruh kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya.

Pada hakekatnya, proses pengembangan manusia seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi kediriannya yang matang, dengan kemampuan sosial yang baik, kesusilaan yang tinggi, serta keimanan dan ketakwaan yang dalam. Namun pada kenyataannya, sering dijumpai keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, tingkat kesosialan dan kesusilaan yang rendah, serta tingkat keimanan dan ketakwaan yang dangkal.

Ketidakmampuan setiap individu untuk mewujudkan perkembangan yang optimal pada ke empat dimensi (individualitas, sosialitas, moralitas, dan relegiusitas) tersebut dikarenakan oleh berbagai permasalahan yang dialami selama proses perkembangannya. Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Masalah yang menimpa seseorang bila dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat mengganggu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Adapun ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut:

1. Masalah yang muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das sollen) dan kenyataan (das sein).

2. Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.

3. Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda.

4. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri maupun oleh lingkungan.

5. Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.

6. Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar yang perlu dijawab.

7. Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.

a) Kriteria Masalah

Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah perlu ditangani melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup mengguncangkan pribadi konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam sehingga pikiran dan perasaan konseli tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan berpengaruh terhadap perubahan fisiologik tubuh. Disisi lain, masalah tersebut sudah berada diluar jangkauan konseli untuk mereda, menghalau ataupun untuk menyelesaikannya sendiri. Sementara itu, bila masalah tersebut tidak diatasi maka akan merugikan diri sendiri maupun pihak lain, terjadinya hambatan perkembangan, penyimpangan sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.

Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah tersebut perlu digarap dengan cara-cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain, masalah tersebut diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian sesuai dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan secara profesional.

Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi bimbingan dan konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk “abnormal”. Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar jangkauan konselor, maka perlu di “referal” kepada psikologis klinis. Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi adanya simtoma abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater untuk menanganinya.

Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:

1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.

2. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan sendiri. Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana konseli sudah merasa tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri. Maka, disini konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam upaya pemecahan masalahnya tersebut.

3. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang baru dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.

4. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang “balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan pertolongan bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Setelah memperoleh bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.

5. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Jika dalam menangani suatu masalah itu tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional, maka akan menjadi ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan dari konseli yang bersangkutan.

6. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang normal. Seorang konselor hanya akan membantu memecahkan masalah dari konseli yang masih dalam keadaan normal, atau tidak sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika konseli sudah berada dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu sudah tidak menjadi kewenangan dari seorang konselor. Dengan kata lain, masalah itu bisa dialih tangankan kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya seorang psikiater.

b) Jenis-Jenis Masalah

Berikut ini ada beberapa masalah yang dialami oleh para remaja di sekolah menengah, antara lain:

1. Masalah emosi

Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang kurang tampak irasional.

Hal ini dapat dilihat dari gejala yang nampak pada mereka, misalnya mudah marah. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan berbagai permasalahan khususnya dalam kaitannya dengan penyesuaian diri di lingkungannya. Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk membantu subjek didik menuju kearah kedewasaan yang optimal harus mempunyai langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emsosional ini.

Misalnya dengan memberikan pelayanan khusus bagi siswa melalui program layanan informasi, layanan konseling, layanan bimbingan dan konseling kelompok. Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok, anak dapat berlatih bagaimana cara menjadi pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara mengendalikan diri baik dalam menanggapi masalah sesama anggota maupun saat mengemukakan masalahnya sendiri.

2. Masalah penyesuaian diri

Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis baik dengan sesama remaja maupun dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama dengan teman-temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dipahami jika pengaruh teman sebaya dalam segala pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku remaja sangat bergantung pada pola-pola perilaku kelompok. Yang menjadi masalah apabila mereka salah dalam bergaul.

Dalam keadaan demikian, remaja akan cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan berbagai akibat yang akan menimpa dirinya. Untuk itulah, maka sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remaja tersebut agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat baik lewat kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikuler di sekolah, hal-hal tersebut diharapkan dapat mencegah dan mengatasi kesalahan pergaulan tersebut. Contoh dari masalah penyesuaian diri ini adalah susah dalam hubungan sosial dan mencari teman.

3. Masalah perilaku seksual

Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja sehubungan dengan kematangan seksualitasnya adalah pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini, remaja sudah mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis. Sebagai akibatnya, remaja memiliki minat yang tinggi terhadap seks. Seharusnya mereka mencari dan atau memperoleh informasi tentang seluk beluk seks dari orang tua, tetapi pada kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari sumber-sumber yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan, misalnya dari teman sebaya yang sama-sama kurang memahami arti pentingnya seks, dari internet, media elektronik, dan media cetak yang kadang-kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagai akibat dari informasi yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak dilakukan, misalnya berciuman ataupun masturbasi. Bagi generasi muda sekarang ini, hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang dianggap normal dan benar. Bahkan hubungan seks di luar nikah dianggap benar apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat. Untuk menanggulangi dan mengatasi masalah seperti itu, sekolah hendaknya melakukan tindakan-tindakan yang nyata, misalnya pendidikan seks (seks education).

4. Masalah perilaku sosial

Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama, atau sosial ekonomi yang berbeda. Dengan perilaku-perilaku sosial seperti ini, maka akan dapat melahirkan geng-geng atau kelompok-kelompok remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar belakang, agama, suku, dan sosial ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau geng. Untuk mencegah atau mengatasi masalah-masalah tersebut, sekolah sebenarnya dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok (baik kurikuler maupun kokurikuler) dengan tidak memperhatikan latar belakang suku, agama, ras, an sosial ekonomi. Sekolah harus mampu memperlakukan siswa secara sama, dan tidak membeda-bedakan siswa yang satu dengan siswa lainnya.

5. Masalah moral

Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan remaja dalam membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar sekolah, keluarga, ataupun dalam kelompok remaja. Ketidakmampuan membedakan mana yang benar dengan mana yang salah dapat membawa masalah bagi kehidupan remaja pada khususnya dan pada semua orang pada umumnya. Untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan dan meningkatkan budi pekerti. Contoh dari masalah moral ini adalah mencontek saat ujian.

6. Masalah keluarga

Di dalam sekolah menengah, sering ditemukan berbagai permasalahan remaja yang penyebab utamanya adalah terjadinya kesalahpahaman antara anak dengan orang tua. Seperti yang telah dikemukakan oleh Hurlock (dalam Mugiarso, 2011: 98), sebab-sebab umum pertentangan keluarga selama masa remaja adalah standar perilaku, motode disiplin, hubungan dengan saudara kandung, sikap yang sangat kritis pada remaja, dan masalah palang pintu (perbedaan pendapat). Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan yang modern itu berbeda. Menurut remaja, orang tua yang mempunyai standar kuno harus mampu mengikuti standar yang modern, sedangkan orang tua bersikeras pada pendiriannya semula. Keadaan inilah yang menjadi sumber perselisihan di antara mereka. Metode-metode disiplin yang diterapkan oleh orang tua yang terlalu kaku dan cenderung otoriter akan dapat menimbulkan permasalahan dan pertentangan di antara remaja dan orang tua. Salah satu ciri remaja adalah dimilikinya sikap kritis terhadap segala sesuatu, namun bagi keluarga tertentu sering tidak menyukai sikap remaja yang terlalu kritis terhadap pola perilaku orang tua dan terhadap pola perilaku keluarga pada umumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan masalah keluarga palang pintu adalah peraturan keluarga tentang penetapan jam atau waktu pulang dan mengenai teman-teman dengan siapa remaja itu dapat berhubungan, terutama teman-teman yang lawan jenis. Untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut, maka sekolah harus mampu meningkatkan kerjasama dengan orang tua dari para siswanya.

Prayitno (dalam Mugiarso, 2011: 99) mengelompokkan masalah siswa di sekolah menengah menjadi empat kelompok besar, yaitu:

1) Masalah yang berhubungan dengan dimensi keindividualan, masalah ini berkaitan dengan pribadi (diri sendiri) dari siswa yang bersangkutan.

2) Masalah yang berhubungan dengan dimensi kesosialan, masalah berkaitan dengan bagaimana seorang siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

3) Masalah yang berhubungan dengan dimensi kesusilaan, masalah ini berkaitan dengan moral para peserta didik (siswa) pada sekolah menengah.

4) Masalah yang berhubungan dengan dimensi keberagamaan, masalah ini berkaitan dengan ras, suku, dan agama dari masing-masing peserta didik (siswa) pada sekolah menengah.



A. KESIMPULAN

Dari satu segi dapat kita lihat bahwa Bimbingan dan Konseling memiliki arti yang sama yaitu proses pemberian bantuan terhadap seseorang, atau sekelompok orang. Dari segi lain konseling merupakan alat dalam pemberian bimbingan, konseling juga merupakan alat yang paling ampuh dalam keseluruhan program bimbingan atau dengan kata lain konseling merupakan titik sentral dari keseluruhan kegiatan bimbingan.



Pada hakekatnya, setiap manusia senantiasa ingin mewujudkan kebahagiaan dalam hidupnya. Akan tetapi pada kenyataannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai permasalahan yang dapat menghambat dan menggangu tercapainya kebahagaiaan tersebut. Demikian juga bagi subjek didik yang berada pada tingkat pendidikan sekolah menengah yang sedang berada dalam fase masa perkembangan remaja juga mengalami berbagai permasalahan hidup, yang apabila dibiarkan akan mengganggu dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang sedang dilaluinya. Terdapat berbagai jenis masalah yang dialami oleh siswa sekolah menengah, diantaranya adalah masalah yang berhubungan dengan dimensi-dimensi kehidupan remaja, yaitu masalah yang bersifat individualitas, sosialitas moraritas, dan keagamaan serta ketakwaan. Dengan demikian, kehadiran layanan bimbingan dan konseling (BK) dalam sekolah, khususnya pada sekolah menengah ini sangat bermanfaat demi tercapainya kehidupan peserta didik yang lebih baik dan agar peserta didik mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Namun, kewenangan seorang konselor untuk membantu konselinya dalam menyelesaikan masalah berada dalam kriteria masalah yang masih normal, bukan kriteria masalah yang sudah abnormal.

Tuesday, September 19, 2017

BLOG SONIA || CARA MUDAH MATEMATIKA

0

Rumus Cepat Matematika Menghitung FPB KPK Tingkat Lanjut



Mau tau bagaimana cara mengitung FPB KPK lebih mudah, yuk simak video berikut ini...


Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=EPQjQ1rT91o

BLOG SONIA || CARA MUDAH MATEMATIKA KPK DAN FBP

0

Mencari FPB dan KPK Pecahan


Berikut ini cara  mudah mencari FPB dan KPK dengan mudah,, yuk simak video berikut..


BLOG SONIA || PEMBAHASAN SOAL UN MATEMATIKA

0

Menentukan Debit Air 


Assalamualaikum.. halo sobat matematika. yuk simak video berikut ini, bagaimana cara menentuka debit air . Persoalan ini terdapat pada pembahasan soal UN loh. 


BLOG SONIA || CARA MUDAH MATEMATIKA KELAS 5 SD

0

Menentuka Jarak Pada Peta (Skala)



Halo adek-adek..
Simak video berikut, cara mudah belajar matematika. Kali ini kita akan membahas bagaimana cara menentuka jarak pada peta. yuk, langsung saja..



sumber : https://www.youtube.com/watch?v=KhnGkzFqk4U&t=15s

Wednesday, September 13, 2017

Mengenal Saya Lebih Dekat

0

Mengenal Saya Lebih Dekat



Foto Sonia Anggya Nita Part II.


Assalamualaikum Wr.wb


Nama saya Sonia anggianita. S, biasanya teman-teman saya memanggil saya sonia. saya lahir di kota kecil nan indah yaitu Bangkinang, Provinsi Riau. pada tanggal 23 September "..." tahun nya dirahasiakan ya. heheheh..

Asal saya dari Pasaman Barat, tepat nya di kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatra Barat. kampung kecil nan elok dipandang tersebut memiliki kekayaan alam yang melimpah, dikelilingi oleh tumbuhan sawit dan juga lahan persawahan bagi para pencari nafkah.

Tak hanya itu budaya dan juga tradisinya masih sangat dijaga dengan baik. dan disana juga banyak sekali tempat wisata-wisata bagi para petualang alam. nah, saya akan menceritakan tentang sebuah tradisi yang ada di Pasaman Barat, disana ada seni musik dikolaborasikan dengan tarian yang bernama gandang sembilan, biasanya Gandang sembilan ditampilkan pada saat acara pernikahan. Dan sampai sekarang diwarisi dari generasi ke generasi.

Uppss, pasti bingung ya... lahirnya dimana kampung nya dimana .. hehehe
tunggu cerita selanjutnya ya

Wassalamualaikum Wr.Wb